RANCANGAN
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR....TAHUN...
TENTANG
TENAGA
KESAHATAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
Bahwa tenaga
kesehatan memegang peranan penting untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Bahwa kesehatan
sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai
pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat secara terararah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata,
serta aman, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat;
c.
Bahwa
penyelenggaraan Upaya Kesehatan harus dilakukan oleh Tenaga Kesehatan yang
memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus
menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan, sertifikasi, Registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan,
dan pemantauan agar penyelenggaraan Upaya Kesehatan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan;
d.
Bahwa untuk
memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, untuk
memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat dan memberikan
perlindungan serta kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan dan masyarakat
penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai Tenaga Kesehatan
terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan
pengawasan mutu Tenaga Kesehatan;
e.
Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Undang-Undang Tenaga Kesehatan;
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (1)
dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang
ini yang dimaksud dengan:
1.
Tenaga Kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2.
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat.
3.
Upaya Kesehatan
adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat.
4.
Kompetensi adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik
dan/atau pekerjaan keprofesiannya.
5.
Sertifikasi
Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Tenaga Kesehatan untuk dapat
menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya di seluruh Indonesia
setelah lulus uji Kompetensi.
6.
Registrasi adalah
pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara
hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya.
7.
Surat Tanda
Registrasi yang selanjutnya disingkat STR, adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Tenaga Kesehatan
yang telah diregistrasi
8.
Surat Izin Praktek
yang selanjutnya disingkat SIP, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik
mandiri.
9.
Surat Izin Kerja
yang selanjutnya disingkat SIK, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan
pekerjaan keprofesiannya di suatu Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
10.
Standar Profesi
adalah batasan kemampuan minimal berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang individu untuk dapat
melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat
oleh organisasi profesi bidang kesehatan.
11.
Standar Pelayanan
Profesi adalah pedoman yang harus diikuti oleh Tenaga Kesehatan dalam melakukan
pelayanan kesehatan.
12.
Standar Prosedur
Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan
untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah yang
benar dan terbaik berdasarkan konsesus bersama untuk melaksanakan berbagai
kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan
berdasarkan Standar Profesi.
13.
Organisasi Profesi
adalah wadah masyarakat ilmiah dalam suatu disiplin ilmu pengetahuan dan
teknologi bidang kesehatan.
14.
Penerima Pelayanan
Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada Tenaga Kesehatan.
15.
Pemerintah Pusat
yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
16.
Pemerintah Daerah
adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
17.
Menteri adalah
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Undang-Undang ini berasaskan:
a.
Perkemanusiaan;
b.
Manfaat;
c.
Pemerataan;
d.
Etika dan
profesionalitas;
e.
Penghormatan
terhadap hak dan kewajiban;
f.
Keadilan;
g.
Pengabdian; dan
h.
Norma agama.
Pasal 3
Undang-Undang ini
bertujuan untuk:
a.
Memenuhi kebutuhan
masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
b.
Mendayagunakan
Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
c.
Memberikan
perlindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan upaya kesehatan;
d.
Mempertahankan dan
meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga
Kesehatan; dan
e.
Memberikan
kepastian hukum.
Pasal 4
Undang-Undang ini
mengatur mengenai Tenaga Kesehatan kecuali hal-hal yang telah diatur dalam
Undang-Undang Praktik Kedokteran.
BAB II
TANGGUNG
JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 5
Pemerintah dan
Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap:
a.
Pengaturan,
pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan;
b.
Peningkatan mutu
Tenaga Kesehatan;
c.
Perencanaan,
pengadaan dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan sesuai kebutuhan; dan
d.
Perlindungan dan
kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau
pekerjaan keprofesiannya.
Pasal 6
Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya, Pemerintah berwenang untuk:
a.
Menetapkan
kebijakan Tenaga Kesehatan skala nasional selaras dengan kebijakan pembangunan
nasional;
b.
Merencanakan
kebutuhan Tenaga Kesehatan;
c.
Melakukan
pengadaan Tenaga Kesehatan;
d.
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan;
e.
Pembinaan dan
pengawasan mutu Tenaga Kesehatan melalui pelaksanaan kegiatan sertifikasi
Kompetensi dan pelaksanaan Registrasi Tenaga Kesehatan;
f.
Pelaksanaan
kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri di bidang Tenaga Kesehatan; dan
g.
Penetapan kebijakan
yang berkaitan dengan Tenaga Kesehatan yang akan melakukan pekerjaan atau
praktik di luar negeri dan Tenaga Kesehatan warga negara asing yang akan
melakukan pekerjaan atau praktik di Indonesia.
Pasal 7
Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya, pemerintah daerah provinsi berwenang:
a.
Penetapan
kebijakan Tenaga Kesehatan skala provinsi selaras dengan kebijakan pembangunan
nasional;
b.
Pelaksanaan
kebijakan Tenaga Kesehatan skala provinsi;
c.
Perencanaan
kebutuhan Tenaga Kesehatan;
d.
Pengadaan Tenaga
Kesehatan;
e.
Pendayagunaan
melalui pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan;
f.
Pembinaan dan
pengawasan mutu Tenaga Kesehatan melalui pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
praktik Tenaga Kesehatan;
g.
Pelaksanaan
kerjasama dalam negeri di bidang Tenaga Kesehatan; dan
h.
Pemberian
rekomendasi pendayagunaan Tenaga Kesehatan warga negara asing.
Pasal 8
Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya, pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang:
a.
Penetapan
kebijakan Tenaga Kesehatan skala kabupaten/kota selaras dengan kebijakan
nasional dan provinsi;
b.
Pelaksanaan
kebijakan Tenaga Kesehatan skala kabupaten/kota;
c.
Perencanaan
kebutuhan Tenaga Kesehatan;
d.
Pengadaan Tenaga
Kesehatan;
e.
Pendayagunaan
melalui pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan;
f.
Pembinaan dan
pengawasan mutu Tenaga Kesehatan melalui pelaksanaan kegiatan perizinan Tenaga
Kesehatan;
g.
Pelakasanaan
kerjasama dalam negeri di bidang Tenaga Kesehatan; dan
h.
Pemberian
rekomendasi pendayagunaan Tenaga Kesehatan warga negara asing.
BAB III
KUALIFIKASI
DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN
Pasal 9
Tenaga di bidang
kesehatan teridiri dari:
a.
Tenaga Kesehatan
b.
Asisten Tenaga
Kesehatan
Pasal 10
(1)
Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum
Diploma III, kecuali tenaga medis.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 11
(1)
Asisten Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b harus memiliki kualifikasi
minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan.
(2)
Asisten Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat bekerja dibawah
supervisi Tenaga Kesehatan.
(3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai kualifikasi minimum asisten tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1)
Tenaga Kesehatan
dikelompokkan ke dalam:
a.
Tenaga medis;
b.
Tenaga keperawatan
dan kebidanan;
c.
Tenaga
kefarmasian;
d.
Tenaga kesehatan
masyarakat;
e.
Tenaga kesehatan
lingkungan;
f.
Tenaga gizi;
g.
Tenaga keterapian
fisik;
h.
Tenaga keteknisian
medis; dan
i.
Tenaga kesehatan
lainnya.
(2)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari dokter, dokter gigi, dikter spesialis, dan dokter
gigi spesialis.
(3)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan dan kebidanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari perawat, perawat gigi,
perawat anestesi dan bidan.
(4)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
(5)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari epidemiolog kesehatan, tenaga
promosi kesehatan dan ilmu perilaku, tenaga kesehatan kerja, tenaga
administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan,
serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
(6)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri dari tenaga sanitasi lingkungan,
entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan.
(7)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f terdiri dari nutrisionis dan dietisien.
(8)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian fisik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri dari fisioterapis, okupasi terapis,
terapis wicara, dan akupuntur.
(9)
Jenis Tenaga
Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisian medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri dari radiografer, radioterapis, teknisi
gigi, teknisi elektromedis, analisis kesehatan, refraksionis optisien, ortotik
prostetik, perekam medis dan informasi kesehatan, teknisi kardiovaskuler,
fisikawasn medis, dan teknisi transfusi darah.
(10)
Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 13
Dalam memenuhi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta kebutuhan
pelayanan kesehatan, Menteri dapat menetapkan jenis Tenaga Kesehatan lain dalam
setiap kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
BAB IV
PERENCANAAN,
PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN
Bagian
Kesatu
Perencanaan
Pasal 14
(1)
Menteri menetapkan
kebijakan dan menyusun perencanaan Tenaga Kesehatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional.
(2)
Perencanaan Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjenjang
berdasarkan ketersediaan Tenaga Kesehatan dan kebutuhan penyelenggaraan
pembangunan dan upaya kesehatan.
(3)
Ketersediaan dan
kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemetaan Tenaga
Kesehatan
Pasal 15
Menteri dalam
menyusun perencanaan Tenaga Kesehatan harus memperhatikan faktor:
a.
Jenis,
kualifikasi, jumlah, pengadaan dan distribusi Tenaga Kesehatan;
b.
Penyelenggaraan
upaya kesehatan;
c.
Ketersediaan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
d.
Kemampuan
pembiayaan;
e.
Kondisi geografis
dan sosial budaya; dan
f.
Pengadaan Tenaga
Kesehatan.
Pasal 16
Ketentuan lebih
lanjut mengenai perencanaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian
Kedua
Pengadaan
Pasal 17
(1)
Pengadaan Tenaga
Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan Tenaga
Kesehatan.
(2)
Pengadaan Tenaga
Kesehatan dilakukan melalui pendidikan tinggi bidang kesehatan.
(3)
Pendidikan Tinggi
bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan untuk
menghasilkan Tenaga Kesehatan yang bermutu sesuai Standar Profesi dan Standar
Pelayanan Profesi.
(4)
Pendidikan Tinggi
bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan dengan
memperhatikan:
a.
Keseimbangan
antara kebutuhan penyelenggaraan Upaya Kesehatan dan dinamika kesempatan kerja
baik di dalam negeri maupun di luar negeri;
b.
Keseimbangan
antara kemampuan produksi Tenaga Kesehatan dan sumber daya yang tersedia; dan
c.
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(5)
Penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1)
Pendidikan Tinggi
bidang kesehatan diselenggarakan berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
(3)
Pembinaan teknis
pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh Menteri
(4)
Pembinaan akademik
pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan
(5)
Dalam penyusunan
kurikulum pendidikan Tenaga Kesehatan, penyelenggara pendidikan tinggi bidang
kesehatan harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan
berkoordinasi dengan Menteri.
(6)
Penyelenggaraan
pendiidkan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1)
Pendidikan tinggi
bidang kesehatan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan Tenaga Kesehatan
yang mengacu kepada Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi.
(2)
Standar pendidikan
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
(3)
Standar pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat
masukan organisasi profesi bidang kesehatan, asosiasi pendidikan bidang
kesehatan, adan/atau asosiasi fasilitas pelayahan kesehatan.
Pasal 20
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengadaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 21
(1)
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat sesuai tugas dan fungsi masing-masing berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Pendayagunaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pendayagunaan Tenaga Kesehatan
di dalam negeri dan luar negeri.
(3)
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan.
Pasal 22
(1)
dalam rangka
pemerataan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan penempatan
Tenaga Kesehatan setelah melalui proses seleksi.
(2)
Penempatan Tenaga
Kesehatan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan dengan cara:
a.
Pengangkatan
sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b.
Pengangkatan
sebagai Pegawai Tidak Tetap; atau
c.
Penugasan khusus.
(3)
Selain penempatan
Tenaga Kesehatan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
dapat menempatkan Tenaga Kesehatan melalui pengangkatan sebagai anggota
TNI/POLRI.
(4)
Pengangkatan
sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dan huruf b serta penempatan melalui pengangkatan sebagai
anggota TNI/POLRI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5)
Penempatan Tenaga
Kesehatan melalui penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dengan penempatan dokter pasca internsip, residen senior dan pasca pendidikan
spesialis dengan ikatan dinas.
(6)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penempatan dengan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 23
(1)
Penempatan Tenaga
Kesehatan dilakukan dengan tetap memperhatikan pemanfaatan dan pengembangan
Tenaga Kesehatan
(2)
Penempatan Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui seleksi
Pasal 24
(1)
Pemerintah dalam
memeratakan penyebaran Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dapat mewajibkan Tenaga Kesehatan lulusan dari satuan pendidikan milik
Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengikuti seleksi penempatan.
(2)
Selain Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seleksi penempatan dapat diikuti
oleh Tenaga Kesehatan lulusan institusi pendidikan swasta.
(3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penempatan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1)
Tenaga Kesehatan
yang telah ditempatkan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan
tugasnya sesuai dengan Kompetensi dan kewenangannya.
(2)
Pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau Kepala daerah
yang membawahi Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mempertimbangkan pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan, papan, dan lokasi, serta keamanan dan keselamatan
kerja Tenaga Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1)
Pengembangan
Tenaga Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karir Tenaga Kesehatan.
(2)
Pengembangan
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan serta kesinambungan dalam menjalankan praktik dan/atau
pekerjaan keprofesiannya serta karirnya.
(3)
Dalam rangka
pengembangan Tenaga Kesehatan, Kepala Daerah dan pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan yang sama kepada Tenaga
Kesehatan dengan mempertimbangkan penilaian kinerja.
Pasal 27
(1)
Pelatihan Tenaga
Kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat
(2)
Pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi program pelatihan dan tenaga
pelatih yang sesuai dengan standar dan diselenggarakan ileh institusi
penyelenggara pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggara pelatihan Tenaga Kesehatan, program dan tenaha
pelatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 28
(1)
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia ke Luar Negeri sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21 ayat (2) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan
antara kebutuhan Tenaga Kesehatan di Indonesia dan peluang kerja bagi Tenaga
Kesehatan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri.
(2)
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia ke Luar Negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 29
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pendayagunaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
SERTIFIKASI,
REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 30
(1)
Untuk melindungi
masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan, Menteri bertugas melakukan
pengendalian mutu Tenaga Kesehatan.
(2)
Dalam melakukan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menyelenggarakan fungsi:
a.
Uji kompetensi dan
sertifikasi kompetensi;
b.
Penyelenggaraan
Registrasi Tenaga Kesehatan;
c.
Pembinaan terhadap
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya;
dan
d.
Penegakan disiplin
Tenaga Kesehatan.
Pasal 31
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggaraan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 diatur dengan Peraturan Menteri
Bagian
Kedua
Sertifikasi
Pasal 32
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan harus memiliki Kompetensi yang dibuktikan dengan Sertifikat
Kompetensi.
(2)
Untuk memperoleh
Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Tenaga
Kesehatan harus mengikuti uji kompetensi dalam proses sertifikasi.
(3)
Tenaga Kesehatan
yang telah lulus uji kompetensi dalam proses sertifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diberikan Sertifikat Kompetensi yang berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun.
(4)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Ketiga
Registrasi
Pasal 33
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya wajib
memiliki STR.
(2)
STR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan.
(3)
Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.
Memiliki ijazah
pendidikan di bidang kesehatan;
b.
Memiliki
Sertifikat Kompetensi;
c.
Memiliki surat
keterangan sehat fisik dan mental;
d.
Mempunyai surat pernyataan
telah menucapkan sumpah/janji profesi; dan
e.
Membuat pernyataan
mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4)
STR berlaku selama
5 (lima) tahun dan dapat di Registrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
(5)
Persyaratan untuk
Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a.
STR lama;
b.
Memiliki
Sertifikat Kompetensi;
c.
Memiliki surat
keterangan fisik dan mental; dan
d.
Membuat pernyataan
mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Pasal 34
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara Registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Keempat
Perizinan
Pasal 35
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya di bidang
pelayanan kesehatan perseorangan wajib memiliki izin.
(2)
Izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP atau SIK.
(3)
SIP atau SIK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota
tempat Tenaga Kesehatan menjalankan pekerjaan keprofesiannya
(4)
Untuk mendapatkan
SIP atau SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tenaga Kesehatan harus
memiliki:
a.
STR yang masih
berlaku; dan
b.
Tempat praktik
dan/atau tempat kerja.
(5)
SIP atau SIK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing berlaku untuk 1 (satu) tempat.
(6)
SIP atau SIK masih
berlaku sepanjang:
a.
STR masih berlaku;
dan
b.
Tempat praktik
atau tempat kerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP atau SIK
(7)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai SIP atau SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 36
(1)
Tenaga Kesehatan
yang menjalankan praktik perseorangan wajib memiliki SIP dan memasang papan
nama praktik.
(2)
Tenaga Kesehatan
yang tidak memasang papan nama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan
izin oleh pejabat yang berwenang.
Bagian
Kelima
Pembinaan
Praktik dan/atau Pekerjaan Keprofesian
Pasal 37
(1)
Dalam rangka
terselenggaranya praktik dan/atau pekerjaan keprofesian Tenaga Kesehatan yang
bermutu, dan dalam rangka perlindungan kepada masyarakat perlu dilakukan
pembinaan terhadap Tenaga Kesehatan.
(2)
Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri bersama-sama dengan
organisasi profesi.
Bagian
Keenam
Penegakan
Disiplin Tenaga Kesehatan
Pasal 38
(1)
Untuk
menyelenggarakan fungsi penegakan disiplin Tenaga Kesehatan dalam
penyelenggaraan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya, Menteri menerima
pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga Kesehatan
(2)
Dalam melaksanakan
fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat memberikan sanksi
disiplin berupa:
a.
Memberikan
peringatan tertulis;
b.
Rekomendasi
pencabutan STR atau surat izin praktik; dan/atau
c.
Kewajiban
mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan
(3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
ORGANISASI
PROFESI
Pasal 39
(1)
Tenaga Kesehatan
harus membentuk organisasi profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan etika profesi Tenaga
Kesehatan.
(2)
Setiap jenis
Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) organisasi profesi.
(3)
Pembentukan
organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
TENAGA
KESEHATAN LULUSAN LUAR NEGERI DAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 40
(1)
Tenaga Kesehatan
Warga Negara Indonesia lulusan Luar Negeri yang akan melakukan Upaya Kesehatan
di Indonesia harus memenuhi persyaratan sertifikasi, registrasi, dan perizinan
(2)
Sertifikasi Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui evaluasi
penilaian terhadap:
a.
Keabsahan ijazah;
dan
b.
Kemampuan untuk
menjalakan pekerjaan keprofesiannya yang dinyatakan dengan Sertifikat
Kompetensi setelah dilakukan uji kompetensi.
(3)
Pelaksanaan
Sertifikasi kompetensi, Registrasi, dan perizinan Tenaga Kesehatan lulusan Luar
Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 41
(1)
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dapat mendayagunakan Tenaga Kesehatan warga negara asing
sesuai dengan persyaratan.
(2)
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan:
a.
Alih teknologi dan
ilmu pengetahuan; dan
b.
Ketersediaan
Tenaga Kesehatan setempat
(3)
Tenaga Kesehatan
warga negara asing yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya
harus mengikuti evaluasi, sertifikasi dan uji kompetensi.
(4)
Selaian memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Tenaga Kesehatan warga negara
asing wajib memiliki STR dan SIP atau SIK
(5)
Selain ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Tenaga Kesehatan warga negara asing harus
memenuhi persyaratan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
HAK DAN
KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Pasal 42
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya
berhak:
a.
Memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi,
Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional;
b.
Memberikan
pelayanan kesehatan sesuai Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi dan
Standar Prosedur Operasional;
c.
Memperoleh
informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau
keluarganya;
d.
Menerima imbalan
jasa;
e.
Memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama;
f.
Mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan profesinya; dan
g.
Atas hak lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 43
(1)
Tenaga Kesehatan
dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya wajib:
a.
Memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi,
Standar Prosedur Operasional, etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima
Pelayanan Kesehatan;
b.
Memperoleh
persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya atas tindakan
yang akan diberikan;
c.
Menjaga kerahasiaan
kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
d.
Membuat dan
menyimpang catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan dan tindakan
yang dilakukan; dan
e.
Merujuk Penerima
Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan
kewenangan yang sesuai.
(2)
Kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d hanya berlaku bagi
Tenaga Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan.
Pasal 44
(1)
Tenaga Kesehatan
yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada Penerima
Pelayanan Kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
(2)
Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak Penerima Pelayanan
Kesehatan dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
KEPROFESIAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 45
Tenaga Kesehatan
bertanggung jawab untuk:
a.
Mengabdikan diri
sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki;
b.
Memelihara dan
meningkatkan Kompetensi;
c.
Bersikap dan
berperilaku sesuai dengan etika profesi;
d.
Mendahulukan
kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau kelompok; dan
e.
Melakukan kendali
mutu pelayanan dan kendali biaya dalam menyelenggarakan upaya kesehatan.
Pasal 46
Dalam menjalankan
praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya, Tenaga Kesehatan yang memberikan
pelayanan langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan, harus melaksanakan
upaya terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan Kesehatan dengan tidak
menjanjikan hasil.
Pasal 47
(1)
Tenaga Kesehatan
dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya harus sesuai dengan
kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya.
(2)
Jenis Tenaga
Kesehatan tertentu yang memiliki lebih dari satu jenjang pendidikan memiliki
kewenangan profesi sesuai denga lingkup dan tingkat Kompetensi.
(3)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai kewenangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 48
(1)
Dalam keadaan
tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai menjalankan keprofesian di luar kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Pasal 49
Setiap Tenaga
Kesehatan dilarang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan dengan
menggunakan metode atau tata cara pengobatan nonkonvensional dan belum
ditetapkan sebagai metode pengobatan komplementer-alternatif oleh Menteri.
Bagian
Kedua
Delegasi
Tindakan
Pasal
50
(1)
Dalam
melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima pendelegasian
tindakan medis dari tenaga medis.
(2)
Dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat menerima
pendelegasian pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker.
(3)
Pendelegasian
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
ketentuan:
a.
Tindakan
yang didelegasikan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah
dimiliki oleh penerima delegasi;
b.
Pelaksanaan
tindakan yang didelegasikan tetap dibawah pengawasan pemberi delegasi;
c.
Pemberi
delegasi tetap bertanggung jawab atas tindakan yang didelegasikan sepanjang
pelaksanaan tindakan sesuai dengan delegasi yang diberikan; dan
d.
Tindakan
yang didelegasikan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan
tindakan.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendelegasian tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri
Bagian
Ketiga
Standar
Profesi, Standar Pelayanan Profesi dan Standar Prosedur Operasional
Pasal 51
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya
berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan
Standar Prosedur Operasional.
(2)
Standar Profesi
dan Standar Pelayanan Profesi sebagiaman dimaksud pada ayat (1) untuk
masing-masing jenis Tenaga Kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi bidang
kesehatan dan disahkan oleh Menteri.
(3)
Standar Pelayanan
Profesi yang berlaku universal ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(4)
Standar Prosedur
Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
(5)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penerapan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan
Standar Prosedur Operasional diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 52
(1)
Tenaga Kesehatan
dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya dapat melakukan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
(2)
Penelitian dan
pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghasilkan
informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi dan teknologi informasi
kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan
(3)
Penelitian dan
pengembangan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Bagian
Keempat
Persetujuan
Tindakan Tenaga Kesehatan
Pasal 53
(1)
Setiap tindakan
pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus
mendapat persetujuan
(2)
Persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat penjelasan secara
cukup dan patut.
(3)
Penjelasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a.
Tata cara tindakan
pelayanan;
b.
Tujuan tindakan
pelayanan yang dilakukan;
c.
Alternatif
tindakan lain;
d.
Risiko dan
komplikasi yang mungkiin terjadi; dan
e.
Prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan
(4)
Persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan aik secara tertulis maupun
lisan.
(5)
Setiap tindakan
Tenaga Kesehatan yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(6)
Ketentuan mengenai
tata cara persetujuan tindakan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 54
(1)
Pelayanan
kesehatan masyarakat harus ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan tidak
melanggar hak asasi manusia
(2)
Pelayanan
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan program
Pemerintah tidak memerlukan persetujuan tindakan
(3)
Pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap harus diinformasikan kepada
masyarakat Penerima Pelayanan Kesehatan tersebut.
Bagian
Kelima
Rekam Medis
Pasal 55
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat
rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan
(2)
Rekam Medis
Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera
dilengkapi setelah Penerima Pelayanan Kesehatan selesai menerima pelayanan
kesehatan
(3)
Setiap rekam medis
Penerima Pelayanan Kesehatan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan atau
paraf Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan atau tindakan
(4)
Rekam medis
Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disimpan
dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
(5)
Setiap Tenaga
Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan mengenai rekam medis Penerima
Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) dikenai sanksi administartif dan/atau disiplin.
Pasal 56
(1)
Rekam medis
Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 merupakan
milik Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(2)
Dalam hal
dibutuhkan Penerima Pelayanan Kesehatan dapat meminta resume rekam medis kepada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Bagian
Keenam
Rahasia
Kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan
Pasal 57
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib menyimpan rahasia
kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan
(2)
Rahasia kesehatan
Penerima Pelayanan Kesehatan dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
Penerima Pelayanan Kesehatan, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum untuk
kepentingan pada saat sidang pengadilan, permintaan Penerima Pelayanan
Kesehatan sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Ketentuan lebih
lanjut tentang rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Ketujuh
Pelindungan
Bagi Tenaga Kesehatan dan Penerima Pelayanan Kesehatan
Pasal 58
Pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan Tenaga Kesehatan yang tidak memiliki
STR dan izin untuk menjalankan praktik atau pekerjaan keprofesiannya di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 59
Tenaga Kesehatan
dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya berhak mendapatkan
pelindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 60
Pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dalam meningkatkan dan menjaga mutu pemberian pelayanan
kesehatan dapat membentuk komite atau panitia atau tim untuk kelompok Tenaga
Kesehatan di lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
BAB X
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
Pasal 61
Setiap Penerima
Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga
Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pasal 62
(1)
Dalam hal Tenaga
Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan
kerugian kepada pasien, perselisihan yang timbul akibat kelalaian tersebut
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi
(2)
Mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk
melaporkan tenaga kesehatan yang diduga melakukan tindak pidana sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 63
Penyelesaian
perselisihan antara Tenaga Kesehatan dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB XI
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Pasal 64
Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya melakukan
pembinaan dan pengawasan Tenaga Kesehatan dengan melibatkan organisasi profesi
bidang kesehatan
Pasal 65
(1)
Pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diarahkan untuk:
a.
Meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan Tenaga Kesehatan;
b.
Melindungi
Penerima Pelayanan Kesehatan dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan Tenaga
Kesehatan;
c.
Memberikan
kepastian hukum bagi masyarakat dan Tenaga Kesehatan.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri dengan melibatkan menteri terkait
Pasal 66
Setiap orang dilarang
menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk identitas lain seolah-olah yang
bersangkutan merupakan Tenaga Kesehatan yang kompeten dan berwenang dan
memberikan pelayanan kesehatan
Pasal 67
(1)
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi administratif terhadap setiap Tenaga
Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (1). Pasal 35 ayat
(1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (3), Pasal 41 ayat
(4), Pasal 43 ayat (1), Pasal 44 ayat (2), Pasal 47 ayat (1), Pasal 51 ayat
(1), Pasal 53 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), dan Pasal 57 ayat (1).
(2)
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi administratif terhadap setiap Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (2), Pasal
41 ayat (1), Pasal 55 ayat (4), dan Pasal 58
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a.
Teguran lisan;
b.
Teguran tertulis; dan/atau
c.
Denda dan/atau pencabutan izin.
(4)
Sanksi administratif terhadap Tenaga Kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB XII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 68
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik dan/atau keprpfesiannya tanpa
memiliki STR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
(2)
Setiap Tenaga
Kesehatan warga negara asing yang sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa
memiliki STR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4), dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
Pasal 69
(1)
Setiap Tenaga
Kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya tanpa
memiliki izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
(2)
Setiap Tenaga
Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan
tanpa memiliki SIP atau SIK, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4),
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)
Pasal 70
Dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah),
setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja:
a.
Menjalankan
praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya tidak mematuhi Standar Profesi,
Standar Pelayanan Profesi dan Standar Prosedur Operasional, sehingga
menyebabkan cedera atau kematian pada Penerima Pelayanan Kesehatan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a; atau
b.
Memberikan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan metode atau tata cara pengobatan
nonkonvensional yang belum ditetapkan sebagai metode pengobatan
komplementer-alternatif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
Pasal 71
Dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap
Tenaga Kesehatan yang:
a.
Dengan sengaja
tidak merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang
mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai untuk menangani permasalahan
kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (1) huruf e;
b.
Dengan sengaja
tidak memberikan pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan dalam
keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
c.
Melakukan tindakan
pelayanan kesehatan perseorangan tanpa memperoleh persetujuan dari Penerima
Pelayanan Kesehatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1); atau
d.
Dengan sengaja
membuka rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan tanpa alasan yang sah,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2)
Pasal 72
Setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk identitas lain
seolah-olah yang bersangkutan merupakan Tenaga Kesehatan yang kompeten dan
berwenang dan memberikan pelayanan kesehatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 73
(1)
Pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang dengan sengaja mempekerjakan Tenaga Kesehatan tanpa
STR dan izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
(2)
Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana
yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah
sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
BAB XIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 74
(1)
Bukti registrasi
dan perizinan Tenaga Kesehatan yang telah dimiliki oleh Tenaga Kesehatan, pada
saat berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis
masa berlakunya
(2)
Tenaga Kesehatan
yang belum memiliki bukti Registrasi dan perizinan wajib menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan
Pasal 75
(1)
Tenaga Kesehatan
lulusan pendidikan menengah, Diploma I dan Diploma II yang telah memiliki
pengalaman kerja sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun sebelum ditetapkannya
Undang-Undang ini, dapat diberikan kewenangan untuk menjalankan pekerjaan atau
praktik sebagai Tenaga Kesehatan
(2)
Kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan
mendapatkan STR Tenaga Kesehatan
Pasal 76
Tenaga Kesehatan
lulusan pendidikan menengah, Diploma I dan Diploma II yang telah memiliki
pengalaman kerja kurang dari 15 (lima belas) tahun sebelum ditetapkannya
Undang-Undang ini, dapat diberikan kewenangan untuk menjalankan pekerjaan
sebagai asisten Tenaga Kesehatan
BAB XIV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 77
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Tenaga Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 78
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
Tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 79
Undang-Undang ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
Pada
taggal...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
DR.H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal.......
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar