Iklan Premium

Judul Iklan

Isi Potongan Iklan
Dikirim oleh : Nama Pengirim, Alamat, No Telp | Kunjungi Website

RDPU Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) dengan Calon Pimpinan KPK (2)


Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum terhadap tiga calon pimpinan KPK, setelah sehari sebelumnya melakukan hal yang sama terhadap Bambang Wijayanto dan Yunus Husein. Rapat di pimpin oleh Farouk Muhammad (NTB) pada pukul 10.000. Abdullah Hehamahua (Dewan Penasehat KPK), Aryanto Sutadi (Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa Badan Pertanahan Nasional), Handoyo Sudrajat (Deputi Bidang Pengawasan Internal KPK) 

Abdullah Hehamahua (Calon Pimpinan KPK, Ketua Komite Etik KPK) memaparkan tentang bentuk pengawasan yang dilakukan sekali sebulan ada sidak disetiap instansi. Hukuman untuk para koruptor  minimal 5 tahun dengan hukuman mati sebagai hukuman maksimal,” jangan kaya sekarang kalo cuma dihukum 1,5 tahun ngapain pake UU Khusus kaya KPK gitu”.

Sanksi sosial pasca hukuman diperlukan, tidak cukup hanya dengan penjara saja, harus ada  sosialnya, “ liat arthalita dia bisa beli ruang penjara yang mewah.” Wacana pemiskinan koruptor diharuskan,” Koruptor harus jadi miskin, hartanya semua harus diambil untuk negara.”

Hadoyo Sudrajat  (Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK) memaparkan tentang perilaku manusia yang sangat sulit untuk dirubah, “di KPK perlu mativator untuk menggerakkan orang untuk tidak korupsi, tapi balik lagi kita perlu review sistem kita.”

Strategi yang meliputi pencegahan, penindakan dan pengawasan disesuaikan dengan situasi yang ada. Harus ada upaya memenjarakan koruptor dan memiskinkannya. “Korupsi itu bidang usaha yang menjanjikan, usahanya pendek hasilnya besar keluar masih punya banyak duit. Kita harus hati-hati karena berurusan dengan keserakahan.”

Irjen Pur. Polisi Aryanto Sutadi (Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa Badan Pertanahan Nasional) menjelaskan tentang keberadaan KPK yang kurang maksimal manfaatnya. “KPK dibentuk lebih baik lagi karena korupsi di Indonesia merajalela. Tinggal mengoptimalkan apa yang ada, dengan suatu visi untuk mewujudkan KPK yang berintegritas, bermoral dan profesional serta produktif.” Tidak  hanya semangat untuk berbicara akan tetapi pekerjaannya harus lebih baik dan tidak melanggar hukum.

Banyak kasus-kasus besar yang belum terungkap oleh KPK, contohnya kasus freeport, pulsa telpon, minyak dan  pertambangan, illegal logging belum terdeteksi dan terkesan tebang pilih, “kalo sesuai prioritas ga papa, tapi kalo ada order ini bahaya”.  Indonesia masih dianggap sebagai negara yang tingkat korupsinya masih tinggi.

Ke depan, KPK sebagai triger untuk lebih dinamis dan produktif. Supervisi yang proaktif menggalakan deteksi anatomi korupsi di Indonesia perlu dilakukan. Upaya pencegahan dan monitoring.  Secara kelembagaan, KPK tidak eksklusif dan tidak sakral, harus terbuka supaya jangan terjebak polemik. “jangan sampe banyak menindak tapi korupsi yang kasat mata masih merajalela. Banyak penangkapan tapi pengembalian kecil, efek jera bukan hanya untuk napi tapi juga untuk orang yang blum terjerat korupsi.”

Pertanyaan :
Husein efendi (Anggota DPD RI, Sulawesi Tenggara) menyampaikan pertanyaan mengenai pendapat tiga calon pimpinan KPK tentang anggapan KPK adalah anak kandung, dalam konteks penegakan hukum. Kasus Chandra Hamzah, yang bertemu dengan tersangka korupsi.

Sarah Lery Mboeik (Anggota DPD RI NTT) menanyakan tentang banyaknya kasus daerah yang tidak pernah ditangani dengan serius oleh KPK. “Konsep penanganan korupsi di daerah seperti apa, banyak korupsi yang berulang tetap tak tertangani dan kasus-kasus itu justru banyak yang jadi atm.”  Lery melanjutkan “dengar-dengar Pak Aryanto sudah didukung partai besar, semoga berhasil, tapi saya mau tanya kalo diantara bapak-bapak, siapa yang paling cocok bermitra dengan bapak-bapak diantara 8 orang, akan dipilih  4 orang, saya minta bapak-bapak ini sebutkan anda ingin berpartner dengan siapa saja yang merasa cocok.”

“Khusus pak aryanto, soal pengalaman di keplisian dan BPN, menurut persepsi TII, yang paling tinggi indeks korupsinya adalah kepolisian, pelajaran apa yang bisa diambil, bagaimana membalik opini itu. Bapak juga bilang strategi KPK selama ini belum tepat, lalu kontribusi apa yang sudah bapak berikan kepada KPK. Saya khawatir ini hanya kampanye misi, selanjutnya sama aja.” Lery melanjutkan, “saya baca opini bapak bahwa ada gratifikasi yang ditoleransi, apa yang bapak maksudkan dalam opini itu.”

Erma Suryani Ranik (Kalimantan Barat)  menanyakan tentang kemungkinan kerjasama yang intens KPK   dengan Panitia Akuntabilitas Publik DPD RI mengenai korupsi yang banyak melibatkan Kepala Daerah. “KPK apakah sudah punya kajian tentang korupsi di bidang kehutanan, Pak Handoyo sebagai orang dalam, bagaimana upaya untuk meminimalisir upaya korupsi di bidang kehutanan?”.

Habib Hamid Abdullah (Kalimantan Selatan) mempertanyakan mengenai KPK yang bukan merupakan pengambil kebijakan untuk mewujudkan visi misi. Habib melanjutkan,”Pak Aryanto, bagaimana konsep KPK untuk aktifkan peran koordinasi KPK, Polri dan Kejaksaan. Pak handoyo, tentang kiat-kiat bapak dalam rangka keterbatasan KPK soal SDM. Bagaimana pendapat bapak-bapak sekalian tentang remisi hukuman  koruptor.”

Sofia maipauw (Anggota DPD RI, Papua Barat) mempertanyakan tentang Papua yang korupsinya banyak tapi koruptornya belum ada yang ditangkap. “Pak Aryanto: pencitraan kepolisian, kita tau bersama persoalan korupsi di daerah yang banyak mainkan peran adalah kepolisian dan kejaksaan, bagaimana pulihkan pencitraan itu didaerah. Ada penyumbatan di daerah, karena justru lubang-lubang korupsi itu dijadikan atm di daerah.” Lanjutnta, “Pak Abdullah, bapak sudah melihat apa yang masih kurang dan tidak dikerjakan KPK dan dalam periode bapak terpilih mana yang bisa diperbaiki, dua saja hal yang bapak fokuskan yang tidak berjalan dengan baik di KPK untuk jadi prioritas pekerjaan.”

Tanggapan :

Abdulah
Ada dua bentuk kode etik, kode etik pegawai dan kode etik pimpinan, dengan penilaian “patut tidak patut atau layak tidak layak”. Kode etik pegawai diselesaikan pimpinan (ringan), berat diserahkan ke Dewan Pegawai sedangkan kode etik pimpinan diserahkan ke Dewan Etik KPK. Masalah Chandra Hamzah yang dipakai bukan pasal 36 UU KPK, pertemuan Chandra- Anas dan Nazaruddin bukan pada saat mereka sudah menjadi penyelenggara negara. “Pertemuan yang ada bukan pertemuan yang direncanakan. Pertemuan ketiga dan keempat mereka sudah menjadi penyelenggara negara, dan membahas mengenai cicak dan buaya, bukan masalah kasus. Chandra melakukan code of conduct tidak melaporkan pertemuan, pelanggaran ringan.”

Kunjungan ke daerah dilakukan secara komprehensif, tidak harus datang dalam bentuk fisik, super visi dan koordinasi. “Papua sudah ada yang ditangkap, ada tiga, skala prirotas adalah Provinsi yang PAD besar tapi pembangunan tidak jalan, DAK palling tinggi ada di Papua dan Aceh, makanya jadi prioritas.” Abdullah menekankan pentingnya prioritas program, pencegahan dengan pendidikan, reformasi birokrasi, dan renumerasi. Abdullah berjanji akan berindak secara profesional, “hanya malaikat yang tidak bisa saya tangkap asal memenuhi unsur-unsur KUHAP”. Abdulah juga menekankan pentingnya hukuman sosial sebagai efek jera dengan cara mempermalukan koruptor, contoh membersihkan “Got” sepanjang jalan Thamrin dan Sudirman.

Aryanto Sutadi
Menurutnya, KPK adalah lembaga profesional dan harus profesional, sepanjang memenuhi syarat semuanya ditindak. Klarifikasi, “saya tidak pernah ngomong gratifikasi itu boleh, pada waktu seleksi Imam Prasojo pernah bertanya tentang gratifikasi, “katanya bapak bersih tapi sewaktu menjabat sering menerima hadiah apakah itu tidak gratifikasi?” jawaban saya ”gratifikasi itu dalam kultur indonesia biasa, akan tetapi ketika sudah diundangkan menjadi undang-undang dan itu sudah menjadikan gratififkasi sebagai tindakan korupsi makanya harus menjadi hukuman. Lanjutnya, ”Pasal 11A tenang gratifikasi, yang benar pasal 12 karena dapat mempengaruhi kebijakan. Bukan ketemu nya yang dilarang, akan tetapi yang mempengaruhi kebijakan”.

Aryanto menekankan pentingnya “gelar perkara”, mengantisipasi kecurangan dan permainan perkara. Mengenai “rekening gendut”, mesti diperiksa, profesional. Rekening gendut hanya kasus kecil, ada yang lebih besar lagi yang seharusnya diungkap.” Mengenai pembuktian terbalik, dipergunakan untuk mencari kerugian negara, “Pembuktian terbalik; analisis, mencari kerugian negara dengan pembuktian terbalik, Illegal Logging contohnya dapat dilihat negara tempat penampungannya” (untuk mengukur kerugian negara).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banner 125x125 dan 160x600