Iklan Premium

Judul Iklan

Isi Potongan Iklan
Dikirim oleh : Nama Pengirim, Alamat, No Telp | Kunjungi Website

MEMBANGUN BASISDATA POTENSI, PRODUKSI, PENERIMAAN dan MANFAAT EKONOMI SOSIAL UNTUK MENDORONG TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS TATAKELOLA INDUSTRI EKSTRAKTIF (3)

PSC Rokan
Penandatanganan PSC Rokan antara Pertamina dengan PT CPI dilakukan pada tanggal 9 Agustus 1971, dan telah mengalami amandemen dengan persetujuan Menteri Pertambangan pada tanggal 24 Desember 1983, untuk jangka waktu (akhir masa) PSC sampai tanggal 8 Agustus 2002. Setelah dilakukan amandemen PSC pada tanggal 15 Oktober 1992, PT CPI masih berhak meneruskan usaha pertambangan migas di daerah Sumatera Bagian Tengah (Rokan Block) ±seluas 9.898 km2 untuk masa 30 tahun sampai dengan Agustus 2021.

PSC Rokan dioperasikan PT CPI di 3 (tiga) lapangan minyak utama, yaitu: Duri, Minas dan Bekasap. Lapangan Duri memproduksi minyak bumi yang terkenal dengan nama Duri Crude yang ditemukan tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1958. Lapangan Minas ditemukan pada tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1952 dengan jenis minyak yang dihasilkan yaitu Sumatran Light Crude (SLC). Sedangkan Lapangan Bekasap hanya memiliki sejumlah lapangan minyak kecil produktif yang memproduksi light crude.

PSC C&T Siak

Penandatanganan PSC C&T Siak antara Pertamina, Chevron Siak Inc. dan Texaco Inc. dilakukan pada tanggal 28 Maret 1991 dengan wilayah kuasa pertambangan migas (area eksplorasi) di daerah Siak Block seluas 8,314 km2. PSC C&T Siak mengoperasikan Lapangan Siak yang menghasilkan jenis minyak SLC.

PSC C&T MFK

Penandatanganan PSC C&T MFK antara Pertamina dengan California Asiatic Oil Company (Calasiatic) dan Texaco Overseas Petroleum Company (Topco) (C&T) dilakukan pada tanggal 20 Januari 1975, dengan amandemen pada tanggal 21 Desember 1978 dan 28 Januari 1980. PSC C&T MFK mengoperasikan ladang migas (area eksplorasi) di daerah Blok MFK di Kabupaten Rokan Hulu seluas 6.865 km2, yaitu di Mountain Front Block seluas 805 km2 dan Kuantan Block seluas 6.060 km2.

Ringkasan perhitungan bagi hasil operasi minyak dan gas untuk tahun 2007 yang dilaporkan oleh KKKS PT CPI kepada BPMIGAS (Audit BPK-RI 03/AUDITAMA VII/PDTT/02/2009, tanggal 6 FEBRUARI 2009)
Rincian
Penerimaan Negara
Penerimaan PT CPI (000 US $)
First Tranche Peroleum (FTP)
1,476,967
375,127
Cost Recovery
-
1,181,204
Equity to be Split (ETBS)
4,970,495
1,256,678
Lifting Price Variance (LPV)
15,956
(15,956)
Domestic Market Obligation (DMO)
468,909
(468,909)
DMO Fee
(112,535)
112,535
Gov’t Tax Entitlement (GTE)
522,708
(522,708)
Total
7,342,500
1,917,971
 
Perbandingan penerimaan bagi hasil Pemerintah dan KKKS PT CPI antara tahun 2007 dengan  tahun   sebelumnya (tahun 2006)

Bagian Pemerintah
Rincian
2006
2007
%  naik (turun) /000 US $)
FTP
1,377,754
1,476,967
7,20
ETBS
4,729,824
4,970,495
5,09
Lifting Price Variance
11,424
15,956
-
DMO
435,725
468,909
7,62
DMO Fee
(112,535)
(112,535)
-
Gov’t Tax Entitlement
522,708
522,708
4,96
Total Bagian Pemerintah
7,342,500
7,342,500
5,70
Bagian Kontraktor
Rincian
2006
2007
%  naik (turun) /(000 US $)
FTP
348,580
375,127
7,62
Cost Recovery
982,734
1,181,204
20,20
ETBS
1,192,780
1,256,678
5,36
Lifting Price Variance
(11,424)
(15,956)
-
DMO
(435,725)
(468,909)
-
DMO Fee
105,953
112,535
6,21
Gov’t Tax Entitlement
(498,028)
(522,708)
4,96
Total Bagian Kontraktor
1,684,870
1,917,971
13,83

Penerimaan bagi hasil Pemerintah dari pelaksanaan PSCRokan di tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar US $24.032.000 atau 21,85% disbanding tahun sebelumnya. Kemungkinan disebabkan oleh kenaikan lifhting minyak.


A.      Nilai Manfaat Industri Migas Bagi Masyarakat

Bagi Perusahaan Migas, nilai manfaat Perusahaan Migas tersebut bagi masyarakat di atur dalam PSC (Production Sharing Contract). Sedangkan aturan (PP) yang mengatur khusus tentang Cost Recovery belum terdapat.  Berdasar data produksi migas sampai tengah tahun 2010 (sumber: Majalah Petrominer), 10 besar KKKS produksi migas Indonesia sebagai berikut (BOD: Barrel Oil per Day, MMSCFD: Million Cubic Feet Per Day) ;
 

Dengan asumsi persentase produksi 10 besar KKKS diatas tidak banyak berubah terhadap total lifting 2010 yang estimasi 2,466 juta BOE (Oil 960 ribu Barrel, gas 1.505 juta BOE data akhir Juli 2009), maka estimasi batas maksimal batas atas CR pada 10 KKKS adalah:
 

Berikut ditampilkan data kemiskinan di  porovinsi Riau selama tiga tahun terakhir yang diambil dari data BPS tahun 2007- 2009.

No
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
Persentase Penduduk Miskin
1
2009
527,49
9,48 %
2
2008
566,7
10,63 %
3
2007
574.500
11,20 %
Sumber: BPS tahun 2007-2009

Jika dilihat dari data BPS Tahun 2008 per kabuten, beberapa daerah atau Kabupaten yang memiliki daerah eksplorasi Pertambangan (migas dan sejenisnya) justru tidak menunjukkan penurunan angka kemiskinan yang signifikan, seperti di kabupaten Bengkalis, kabupaten Siak, kabupaten Rokan Hilir, Pelalawan, Kampar, Rokan Hulu dan Indragiri Hulu.

Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2006
2007
2008
2006
2007
2008
Kuantan Singingi
53,1
51,7
47,35
265 261
270 177
274 757
Indragiri Hulu
47,2
47,0
40,62
311 938
317 549
322 759
Indragiri Hilir
96,2
97,1
92,39
644 584
658 079
670 814
Pelalawan
50,2
49,6
54,57
262 979
271 662
280 197
Siak
16,5
19,3
23,85
314 310
318 585
322 417
Kampar
64,9
64,2
71,57
581 381
590 467
598 764
Rokan Hulu
82,6
84,6
75,16
368 713
383 417
398 089
Bengkalis
81,9
80,0
69,80
729 165
738 996
747 797
Rokan Hilir
38,3
48,7
61,27
472 823
511 000
551 402
Pekanbaru
16,3
17,7
29,74
776 601
779 899
785 380
Dumai
17,7
14,6
18,35
225 249
231 121
236 778
Sumber: BPS Riau Tahun 2009
Dilihat dari APBD provinsi Riau, alokasi khusus dari hasil pertambangan khususnya Migas bagi Pendidikan dan Kesehatan serta Kemiskinan tidak dialokasikan secara khusus. Dana Bagi Hasil Migas memang dibagi per kabupaten sesuai dengan amanat UU yang berlaku (15 % yang dibagi kepada daerah penghasil dan non penghasil serta provinsi induk). Akan tetapi, dari pembagian 15% tersebut tidak secara jelas di sebutkan bagi alokasi dana pendidikan, kesehatan maupun kemiskinan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah Tokoh Masyarakat dan Akademisi, pada umumnya menyatakan bahwa DBH migas yang hanya 15% terasa tidak cukup bagi percepatan pembangunan di Provinsi Riau dan tersebut (15%) tidak seimbang dengan kontribusi Minyak Riau terhadap Pembangunan Indonesia selama ini. Drs, Al.- Azhar MA (budayawan, tokoh masyarakat), minsalnya mengatakan bahwa 70% pendapatan negara berasal dari minyak Riau, dari yang sudah ada produksi minyak 1 juta barel per hari.  Mengenai keterlibatan daerah selama ini dalam pengelolaan Migas masih kecil dan masalahnya ada di Undang-undang bahwa potensi yang strategis kewenangan daerah sangat kecil. Sedangkan Perda hanya ada satu untuk mendirikan Riau Petrolium, sebuah BUMD. Dan BUMD ini didirikan hanya untuk mengantisipasi bila ada Blok-blok yang sudah habis masa kontraknya.

Jumlah yang diterima (15%) kurang mencukupi, tapi ketika bicara kemana dana yang didapatkan selama ini cukup memprihatinkan, dana yang didapat dari DBH ini dipergunakan hanya untuk aparat pemerintah saja. Dana yang didapat melalui DBH tidak diarahkan pada tiga sektor  utama (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) bukti yang riil dilapangan masih banyak sarana penunjang kesehatan yang tidak ada. Untuk pendidikan meskipun biaya SPP sudah mendapatkan subsidi namun tidak dibarengi dengan biaya opersional yang lain, justru biaya operasional ini yang lebil banyak memerlukan biaya. Untuk lapangan pekerjaan, tiap tahun tingkat pengangguran semakin meningkat, bukti bahwa pemerintah seolah-olah lupa terhadap rakyat (Pekanbaru, 04 Mei 2010 jam 18.00).

Edyanus Herman Halim (akademisi dan pengamat ekonomi Riau), mengatakan bahwa manfaatnya ekonomi bagi masyarakat dengan adanya industri ekstraktif  ada, tetapi mudharatnya juga besar. Akibat ekstraksi yang ada di Riau, terjadi ketimpangan ekonomi yang sangat besar, tanpa industri migas Indeks ratio Riau 0,3, dengan memasukkan industri migas menjadi 0,8, jadi akibat industri migas perekonomian daerah menjadi timpang. Dilihat pendapatan 20% dikuasai oleh orang-orang yang bekerja disektor migas.

Perbandingan PDRB perkapita dengan migas PDRBnya 60,21 juta, tanpa migas 33,77 juta. Jadi 56,08 % dikuasai oleh migas, kesempatan kerja Riau justru menurun. 20% berpenghasilan tinggi itu menerima 83,99% PDRB sedangkan tanpa migas 37,7%.  Dari segi sosial lingkungan rusak akibat ekstraksi dan masyarakat Riau hidup dalam keterancaman. 

Pemerintah mendorong agar mengalokasikan dana tersebut kepada kepentingan-kepentingan kesehatan dan pendidikan, misalnya 20 % dari DBH SDA dialokasikan kepada pendidikan dan kesehatan bagi pelayanan masyarakat, bukan pelayanan aparatur. Evaluasi kinerja terhadap re new able dan resources tadi sudah berapa tingkat kemiskinan berkurang akibat dibagikannya DBH ini ke Riau, ini tidak, dana ini digunakan untuk anggota DPRD, beli kendaraan. Kita maunya di Riau ini khususnya dana SDA ini dialokasikan kepada 3 hal: Insfratruktur, peningkatan SDM, investasi sektor-sektor ekonomi produktif di Riau. Infrastruktur yang paling penting 3 (tiga) 1. jalan, 2. listrik, dan 3. air. SDM ada 2 (dua) pendidikan dan kesehatan. investasi harus dikembangkan industri kreatif dan kredibel, tiga hal ini seharusnya yang dijadikan prioritas (Pekanbaru, 10 Mei 2010).

Berdasarkan wawancara dengan Hanafi Kadir (Rumbai, 26 Mei 2010) selaku Manajer Komunikasi P.T. Chevron Pacifik Indonesia (CPI), sejak tahun 1950, CPI telah melaksanakan program pengembangan masyarakat dalam kerangka Corporate Social Responsibility (CSR). Diantaranya penyerahan gedung SMA yang kemudian dikenal dengan SMA I Pekanbaru yang merupakan salah satu SMA favorit di Kota Pekanbaru. Pembangunan jalan Dumai-Pekanbaru yang kemudian menjadi salah satu urat nadi perekonomian di Riau. Membangun Jembatan Siak I yang dikenal dengan jembatan Leighton, gedung olahraga dan kolam renang yang sampai saat ini masih dipergunakan masyarakat kota pekanbaru.

Selain membangun Infrastruktur, CPI juga melakukan pembangunan Sumber Daya Manusia dengan focus pada air bersih, kesehatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Dibidang pendidikan, CPI memberikan beasiswa bagi lebih dari 1300 orang yang berasal dari Suku Sakai dari tingkat Sekolah Dasar sampai kepada jenjang Strata  dua. Tidak mengambil alih program yang sudah dijalankan pemerintah, akan tetapi menjadi pelengkap program-program yang sudah dijalankan pemerintah.


B.  Hasil dan Temuan 
  1. Pendapatan Daerah dari Dana Bagi Hasil yang diperoleh dan Minyak di Provinsi Riau tidak memiliki mekanisme porsentase bagi sektor Pendidikan, Kesehatan maupun Kemiskinan.  
  2. BP Migas Perwakilan Riau tidak bersedia memberikan data-data kongkrit tentang kondisi Industri Migas yang ada di Riau termasuk berapa keuntungan yang diperoleh Negara dari eksplorasi Migas yang ada di Riau khususnya P.T. CPI
  3. Dinas Pertambangan Provinsi Riau tidak memiliki data yang valid tentang kondisi pertambangan yang ada di Riau termasuk potensi Pertambangan dan besaran keuntungan yang didapatkan daerah dari eksplorasi Migas di Riau 
  4. Chevron selaku salah satu perusahaan tambang Minyak yang ada di Riau (terbesar) juga tidak memiliki data-data yang kongkrit mengenai keuntungan yang diperoleh dari eksplorasi Minyak. 
  5. Chevron juga tidak memiliki data kuantitatif tentang perkembangan nilai manfaat yang diperoleh dari eksplorasi (terutama suku Sakai). Corporate Social Responsibility berupa bangunan fisik dan tidak ada alokasi dana yang disediakan per tahun bagi masyarakat. 
  6. Pendapatan 15% yang diperoleh oleh Provinsi Riau tidak banyak mempengaruhi ekonomi masyarakat terutama untuk mengatasi persoalan kemiskinan, peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banner 125x125 dan 160x600