Sop Tunjang Pertama, di Kota Pekanbaru Riau. Sangat disayangkan sekali kalau anda berkunjung ke Pekanbaru tidak
menikmati jajanan khas Kota Pekanbaru. Berbagai macam sajian kuliner khas kaki
lima murah meriah terhampar disepanjang jalan-jalan di Kota Pekanbaru salah
satunya "Sop Tunjang Pertama"
Kebetulan
beberapa hari kemarin saya dan juga beberap rekan dan atasan berada di kota
Pekanbaru untuk suatu tugas. Tugas mulia. Berusaha memberikan layanan dan
memenuhi kebutuhan masyarakan kota Pekanbaru akan komunikasi selular. Dan hari
Jum’at kemarin adalah hari terakhir kami disana. Sebelum meninggalkan kota
Pekanbaru saya dan rekan saya berencana buka puasa dng makanan khas kota
Pekanbaru. Setelah berdiskusi dan meminta saran termasuk dari driver kami yg
memang penduduk kota Pekanbaru, maka kami memilih buka puasa makan Soup
Tunjang. Dan pilihannya adalah Rumah Makan Soup Tunjang Pertama di jalan
Pinang.
Namanya memang Rumah Makan Sop Tunjang Pertama. Saya
sendiri kurang tahu, apakah memang rumah makan ini yang pertama kali
memperkenalkan sop tunjang atau hanya sekedar namanya saja. Teletak dijalan
Pinang No. 36. Masuk dari jalan Jend. Sudirman belok kiri, setelah melewati
tempat makan durian Yudi. Masuk kedalam jalan Pinang sekitar 100 meter saja.
Berada disebelah kanan jalan, bangunan masih dari papan, berwarna cat orange
tapi bersih dan tertata rapi. Nyaman… dan bagi Anda yang menginap di Hotel
Pangeran Jl. Jend. Sudirman, Pekanbaru. Tinggal menyebrangi jalan Jend.
Sudirman. Jalan Pinang ini berada persis lurus dng pintu keluar Hotel Pangeran,
Pekanbaru. Dekat sekali.
Menu yang disediakan antara lain, Sop Daging Sapi, Sop
Ayam dan tentu saja Sop Tunjang. Saya penasaran, seperti apa sih yang namanya
Sop Tunjang itu. Apakah memang potongan daging tunjang yang disopu. Atau
sejumlag dengkul sapi yang masih terbungkus daging tunjang yang di sop.
Bingung…makanya saya mau coba. Kami masing-masing memesan satu porsi Sop
Tunjang dan sepiring nasi. Dan ya ampun nasinya sedikit sekali. Bila dibanding
dng nasi padang yang terkadang kelewat banyak. Tapi jangan khawatir, bisa
nambah kok.
Tidak berapa lama hidangan datang. Ternyata yang
namanya Sop Tunjang itu nggak beda dng Sop daging sapi lainya. Yaitu; semangkok
Sop berisi potongan daging sapi, ada tulang iga yang terbungkus daging, juga
tulang lainnya dengan daging dan tetelan yang masih menempel dan sekerat
tunjang. Isi yang disajikan memang nggak jauh berbeda dengan soup pada umumnya.
Tapi aromanya berbeda dng sop dari Medan atau sop dari Aceh. Aroma lada dan
daun seledri sangat terasa. Hhe.e m m m… karena belum beduk, jadi kami hanya bisa
mencium aromanya saja dulu. Belum boleh mencicipi, belum waktunya untuk berbuka
puasa. Semuanya pura-pura cuek, padahal hidung ini sudah kembang kempis
berusaha menahan sambaran aroma merica dan daun seledri dari Sop Tunjang yang
sudah terhidang ini. Kok perasaan waktu jadi makin lambat ya?.
Tidak beberapa lama tiba-tiba suasana menjadi hening,
yah karena semua tamu berusaha memasang telinga masih-masing, sensor telinga
menjadi peka. Berusaha menangkap kalau-kalau ada suara adzan berkumandang. Dan
benar saja, sayup-sayup terdengar suara adzan. Alhamdulillah..tiba juga
waktunya berbuka puasa. Segera saya mencicipi uahnya….yap…seperti dugaan saya, terasa
sekali pedas merica. Nikmat sekali ditambah dng taburan daun seledri yang harum
mengundang selera.
Setelah minum air putih dan sedikt cemilan ringan.
Bersiap mencoba hidangan Sop Tunjang. Sebelumnya tambah sedikit kecap manis,
beberapa tetes sari jeruk nipis dan sedikit sambal sebagai penambah selera. Dan
rasanya sungguh nikmat. Dan biar lebih berfariasi saya tambahkan krupuk kulit
dipiring nasi saya. Biar ada sensasi kriuknya.
Rumah Makan Sop Tunjang
Pertama ini buka
hingga pukul 20.30 wib. Dan rumah makan ini lumayan luas. Ada sekitar 20 meja
tersedia bagi tamu. Jadi meski terlihat kecil tapi cukup luas. Cocok juga untuk
menjamu rekan kerja atau keluarga. Dan harganya juga murah. Kami makan bertiga
dng pesanan yang sama Sop Tunjang, tidak sampai Rp. 50.000. Murah ya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar