Iklan Premium

Judul Iklan

Isi Potongan Iklan
Dikirim oleh : Nama Pengirim, Alamat, No Telp | Kunjungi Website

Presidential Setengah Hati

Hari ini Rabu tanggal 07 Desember 2011 bertempat di Lobby Gedung DPD RI Senayan Jakarta, diadakan dialog kenegaraan yang di taja oleh DPD RI. Menghadirkan empat narasumber, yaitu Abraham Liyanto merupakan anggota DPD RI dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Martin Hutabarat anggota Komisi III DPR RI dari Gerindra, Prof. Ikrar Nusa Bakti pengamat politik dari LIPI, dan Prof, Setya Arianto Guru Besar Fakultas Hukum UI.
Dalam kesempatan tersebut, Abraham Liyanto menyatakan bahwa UUD 1945 mengamanatkan sistem Presidential, dalam prakteknya justru mengalami kerancuan. Presdien tidak sekuat yang diamanatkan dalam konstitusi, masih kalah dengan legsilatif. Masa Orde baru, Presiden sangat kuat (eksekutif heavy) akan tetapi di masa Reformasi Legislatif yang lebih kuat (legislatif heavy). Dalam Sistem Presidential, Presiden memiliki hak veto, akan tetapi faktanya hak veto tersebut tidak pernah ada. Amandemen kelima UUD 1945 diperlukan untuk mempertegas sistem Presidential sekaligus memperkuat kewenangan DPD RI sesuai dengan amanat konstitusi.
Sementara itu, Prof. Setya Arianto berpendapat bahwa sistem ketatanegaraan hanya ada dua, parlementer dan presidensil, yang ketiga adalah mixed (campuran) tergantung condong kemana yang lebih kuat ke parlemen ataukah presiden. Konteks Indonesia, sebenarnya menganut sistem Presidential, hanya saja dalam prakteknya bertolak belakang. Presiden dipilih langsung oleh rakyat merupakan ciri Presidential (absolut dan tidak bisa dijatuhkan ditengah jalan), akan tetapi dalam menentukan pimpinan dan pembantu-pembantunya presiden harus mendapat persetujuan DPR, merupakan ciri parlementer. Harus diperjelas kita mau pakai yang mana, untuk saat ini lebih baik memakai presidential murni. Dengan memperkuat peran DPD RI melalui revisi UU No. 27 tahun 2009,  MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD).
Ikrar Nusa Bakti lebih menyoroti persoalan politik kenegaraan kita sekrang ini yang memang menyebabkan sistem Presidential tidak berjalan dengan baik. Alih-alih menjalankan sistem dengan baik, justru kita terjebak dalam retorika politik dan kepentingan politik praktis semata. Kita lihat saja pada pemilihan pimpinan KPK yang lalu, mengapa justru Abraham samat yang sebelumnya tidak diunggulkan justru terpilih menjadi pimpinan, padahal ada beberapa nama yang cukup pengalaman dalam pemberantasan korupsi sebelumnya justru malah tersingkir.
Sedangkan Martin Hutabarat lebih tertarik membicarakan persoalan Parlement Treshold yang menurutnya tidak perlu dibatasi, karena akan mengarah kepada masa tiga partai (Orba). Partai Politik memang perlu diatur dengan aturan yang jelas, tidak perlu dibatasi sampai 5% segala karena akan mematikan partai-partai kecil. Sistem demokrasi kita yang ada sekarang telah menjadikan Presiden sangat kuat karena dipilih langsung oleh rakyat. Sementara DPR dan DPD memiliki fungsi sebagai pengawasan dan pembuat Undang-Undang. Hak veto yang dimiliki Presiden dalam sistem Presidential mesti dipergunakan untuk tujuan yang baik , bukan untuk mempertahankan sesuatu yang tidak benar.
Terlepas dari pro dan kontra tersebut, memang hanya ada dua sistem yang berlaku didunia saat ini, Parlementer dan Presidential, dan yang ketiga campuran dari keduanya. Apapun bentuk negaranya, dalam menjalankan pemerintahan tarik menarik antara eksekutif dan legislatif dalam menjalankan roda pemerintahan akan terus berlangsung. Masa Orba, Presiden sangat kuat, bahkan lembaga tertinggi negara pada waktu itu (MPR) tidak dapat berkutik. Era reformasi, kekuasaan Presiden tidak sekuat zaman Orba, legislatif melalui Partai Politik mengambil sebagian kekuasaan Eksekutif. MPR tidak lagi difungsikan sebagai lembaga tertinggi negara. Dan peran daerah diperbesar dengan lahirnya Dewan Perwakilan Daerah atau lebih dikenal dengan nama Senator.
Perlu adanya ketegasan dan kesungguhan segenap komponen negara untuk terus menjalankan negara sesuai dengan amanat UUD 1945. Jika sudah menyimpang, apalagi sampai memanipulasi (berlindung dibalik hukum dan peraturan) akibatnya akan terjadi kekacauan yang bisa berakibat tidak jalannya roda pemerintahan yang berimbas pada mandeknya pembangunan ekonomi yang berimplikasi bagi meningkatnya kesengsaraan masyarakat. Mari bangun etika politik yang santun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banner 125x125 dan 160x600