Iklan Premium

Judul Iklan

Isi Potongan Iklan
Dikirim oleh : Nama Pengirim, Alamat, No Telp | Kunjungi Website

SENGKETA LAHAN PULAU PADANG KAB. KEPULAUAN MERANTI DENGAN PT. RAPP


Hari Senin, tanggal 19 Desember 2011 delapan orang warga Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti melakukan aksi jahit mulut di depan gedung MPR/DPR/DPD Senayan. Analisis dari beberapa pemberitaan ada beberapa tuntutan yang disuarakan oleh masyarakat tersebut, yaitu:

  1. Bahwa Izin yang dikeluarkan Menteri Kehutanan melalui SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009 bermasalah dan harus dicabut
  2. AMDAL yang dikeluarkan untuk izin HTI tersebut seluas 41.205 hektar telah kadaluarsa, artinya tidak tepat jika AMDAL tersebut dijadikan dasar bagi eksekusi lahan HTI tersebut oleh Perusahaan (PT. RAPP)
  3.  Aspek lingkungan yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan tenggelamnya pulau tersebut
  4. Aspek Sosial-ekonomi masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai petani (peladang) dan nelayan tradisional

Empat tuntutan tersebut mengarah pada satu hal yaitu menolak kehadiran Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diberikan kepada perusahann Riau Andalan Pulp adn Paper (RAPP) di tanah mereka. Terlepas dari izin yang telah dikantongi oleh perusahaan tersebut.

Sekilas Pulau Padang
Dengan daerah seluas 1109 km²,  Pulau Padang adalah pulau ke-3 terbesar di kawasan tersebut setelah Pulau Rantau dan Rupat, yang hanya terpisah oleh selat-selat selebar beberapa kilometer. Di barat Pulau Padang terdapat Sumatera, di timurnya ada Pulau Merbau, di tenggara ada Pulau Rantau, dan di seberang utara ada Pulau Bengkalis. Panjang Pulau Padang dari utara ke selatan adalah 60 km, lebarnya 29 km dan seluruhnya datar. Secara administratif, Pulau Padang berada di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau dan bersamaan dengan Pulau Merbau masuk Kecamatan Merbau, dan berpenduduk 47.370 jiwa (2007). Pulau ini memiliki 15 desa yang terletak di pinggir pantai. Desa terbesar adalah Teluk Belitung. laju pertumbuhan penduduknya tertinggi ada di Kecamatan Merbau 0,47 persen atau dari jumlah penduduk 42,1 ribu jiwa pada SP 2000 lalu menjadi 44,1 ribu jiwa pada SP tahun 2010.

Di pulau Padang ini telah beroperasi PT Kondur Petroleum S.A  yang mampu produksi 8500 barel/hari.Selain minyak bumi, juga ada gas bumi sebesar 12 MMSCFD (juta kubik kaki per hari) yang direncanakan penggunaannya dimulai 2011–2020. Sementara di sektor kelautan dan perikanan dengan hasil tangkapan: 2.206,8 ton/tahun. Selain itu masih ada potensi dibidang kehutanan, industri pariwisata, potensi tambang dan energi.

Pulau Padang juga penghasil sagu terbesar se kabutapen kepulauan meranti yang mencapai 169,766 ton per tahun dari total 440.000 ton tepung sagu yang dihasilkan kabupaten tersebut. Selain itu juga terdapat 11 perusahaan pengolah arang dengan kapasitas produksi 1.300/ton yang belakangan telah merusak ekosistem hutan mangrove dan menyebabkan abrasi pantai.

Topografi

Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar terdiri dari daratan rendah. Pada umumnya struktur tanah terdiri tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini subur untuk mengembangkan pertanian,perkebunan dan perikanan.

Karakteristik dari jenis tanah ini adalah tergolong tanah dengan kedalaman solum cukup dalam dan bergambut (> 100 cm), tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan lapisan atas merupakan Kemik (tingkat pelapukan sampai tingkat menengah), konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong sangat masam dengan pH berkisar antara 3,1–4,0 dan kepekaan terhadap erosi termasuk rendah.Formasi geologinya terbentuk dari jenis batuan endapan aluvium muda berumur holosen dengan litologi lempung, lanau, kerikil kecil dan sisa tumbuhan di rawa gambut, tidak ditemukan daerah rawan longsor karena arealnya datar, yaitu rawa gambut.

Peta Konflik
Dengan dikeluarkannya SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009 tentang izin HTI kepada PT. RAPP di kawasan seluas 41.205 ha telah memicu terjadinya konflik lahan di Pulau Padang Kepulauan Meranti. Konflik terjadi antara pihak perusahaan dengan masyarakat pulau padang.

Pihak perusahaan yang memiliki kekuatan dari segi hukum dan sumberdaya berusaha untuk tetap mempertahankan wilayah konsesinya sementara di sisilain masyarakat yang wilayahnya dijadikan sebagai areal konsesi oleh Pemerintah dengan segala keterbatasannya berupaya melakukan perlawanan.

Beberapa upaya perlawanan yang coba dilakukan masyarakat Pulau Padang melibatkan elemen masyarakat lainnya. Terdiri dari kalangan akstifis LSM dan mahasiswa. Dari kalangan LSM terdiri dari LSM lingkungan (Walhi dan Jikalahari)  dan LSM advokasi (Serikat Tani Riau). Sedangkan dari kalangan perguruan tinggi dan tokoh masyarakat belum menyatakan dukungan. Sedangkan dari kalangan mahasiswa berasal dari Paguyuban Mahasiswa Kampus dan dari Badan Eksekutif Mahasiswa.

Usaha perlawanan yang dilakukan masyarakat berupa aksi demonstrasi, mengadukan persoalan ke Komnas HAM, melaporkan kejadian tersebut ke Menteri Kehutanan dan melaporkan indikasi gratifikasi ke KPK. Dan terakhir melakukan aksi jahit mulut di depan gedung MPR/DPR/DPD Jakarta setelah sebelumnya upaya pengaduan kepada Pemda Riau dan DPRD Riau tidak membuahkan hasil.

Upaya perlawanan masyarakat ini mendapatkan penentangan dari sesama masyarakat di Pulau Padang sendiri. Beberapa tokoh masyarakat di Pulau Padang menganggap bahwa masyarakat yang menolak RAPP merupakan masyarakat “palsu” bukan penduduk asli dan tidak memiliki KTP Pulau Padang. Atas nama masyakarat Pulau Padang pula, tokoh masyarakat ini menyuarakan dukungan kepada perusahaan.

Isu yang sebelumnya berkisar pada persoalan penyeroboton lahan yang dilakukan perusahaan, berkembang ke isu lingkungan, ekonomi dan hukum. Menyangkut persoalan AMDAL, akses ekonomi masyarakat menjadi terganggu, gratfikasi dan cacat hukum pada saat izin dikeluarkan (SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009).

Sementara upaya resolusi konflik dilakukan dengan cara dialog, menurut RAPP, mereka telah melakukan MoU dengan pihak masyarakat pada tahun 2010 yang lalu, berdasakan MoU itu, pihak perusahaan bersedia berdialog dengan masyarakat. Untuk mewujudkan itu, luas HTI yang mencapai 41.205 hektar, hanya dikembangkan seluas 27.375 hektar,  sisanya akan dibangun pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan kawasan lindung. Kawasan yang dikelola RAPP sendiri hanya seluas 66 persen.

Kebijakan yang Tidak Partisipatif
Surat Keputusan yang dikelurakn oleh Menteri Kehutanan tersebut seharusnya tidak perlu menuai konflik dimasyarakat jika kebijakan pengelolaan hutan tersebut dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Kebijakan yang baik mestilah mendapat respon yang positif dari masyarakat. Masyarakat mana yang tidak mau wilayah maju dan berkembang. Kebijakan yang besifat top-down jelas tidak sesuai dengan era demokrasi dan melanggar prinsip Good Goverment, akuntabilitas, demokratis dan partisipatif. Prinsip tersebut tidak dijalankan.

Sebagai solusi pemerintah khususnya menteri kehutanan turun langsung kelapangan melakukan mediasi dan penyelesaian persoalan. Saya kira tidak tempatnya kemudian menteri Kehutanan membela kebijakannya walaupun itu sudah sesuai dengan perUU jika hal tersebut menimbulkan konflik dan penolakan dari masyarakat.

Sangat tidak manusiawi, pemerintah membiarkan aksi jahit mulut yang dilakukan masyarakat yang datang dari daerah yang cukup terpencil. Datang ke Jakarta hanya untuk mencari keadilan yang sampai saat ini tidak juga diberikan oleh pemerintah. Saya kira, dengan niat baik dari pemerintah dan keinginan untuk menengahi konflik ini akan menghasilkan win-win solution yang tidak mempermalukan pemerintah dan tidak merugikan masyarakat. Semoga???.

2 komentar:

  1. info yang bagus..
    tapi yang ingin saya tanyakan:
    PT. RAPP nya sudah beroperasi atau belom?dan
    kapan AMDAL itu dilakukan ?

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas tanggapannya bung Ryanda
    mengenai pertanyaan bung tersebut,AMDAL atau analisis dampak lingkungan atau setara dengan Studi kelayakan dibuat sebelum perusahaan beroperasi.

    PT. RAPP beroperasi di Pulau Padang berdasarkan SK menhut, SK Menhut No.327/ Menhut-II/2009, artinya AMDAL dikeluarkan sebelum SK tersebut terbit.

    Menurut data dari beberapa LSM lingkungan AMDAL yang dikeluarkan bertentangan dengan PP 27/1999 pasal 16 ayat 4 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, khususnya ketidaksesuaian peruntukan kawasan hutan yang dicadangkan sebagai areal HTI dengan dokumen TGHK, RTRWN, RTRWP Riau (Perda No. 10 tahun 1994), dan RTRWK Bengkalis (Perda No. 19 tahun 2004).

    Mengenai sejaumana operasionalnya, saya kira dapat dilihat dari bagaimana kawasan Hutam Alam mulai dipetakan dan mulai dibabatnya hutan alam tersebut. Sk tahun 2009 setahun setelah SK dikeluarkan ada kewajiban perusahaan untuk mulai membuat rencana pemrosesan HTI dan pembersihan lahan

    BalasHapus

Banner 125x125 dan 160x600